Kamis, 24 Oktober 2013

MAKALAH KETERAMPILAN DASAR PRAKTEK KLINIK PEMENUHAN KEBUTUHAN ELIMINASI

BAB 1
PENDAHULUAN

1.1  Latar Belakang
Manusia merupakan salah satu makhluk hidup. Dikatakan sebagai makhluk hidup karena manusia memiliki ciri-ciri diantaranya: dapat bernafas, berkembangbiak, tumbuh, beradaptasi, memerlukan makan, dan megeluarkan sisa metabolisme tubuh (eliminasi). Setiap kegiatan yang dilakukan tubuh dikarenakan peranan masing-masing organ.
Membuang urine dan alvi (eliminasi) merupakan salah satu aktivitas pokok yang harus dilakukan oleh setiap manusia. Karena apabila eliminasi tidak dilakukan setiap manusia akan menimbulkan berbagai macam gangguan seperti retensi urine, inkontinensia urine, enuresis, perubahan pola eliminasi urine, konstipasi, diare dan kembung. Selain berbagai macam yang telah disebutkan diatas akan menimbulkan dampak pada system organ lainnya seperti: system pencernaan, ekskresi, dll
Berdasar latar belakang di atas, maka penulis membuat makalah dengan judul “Prinsip Pemenuhan Kebutuhan Eliminasi”.

1.2  Rumusan Masalah
  Bagaimana cara pemenuhan kebutuhan eliminasi?

1.3   Tujuan Penulisan
1.3.1        Tujuan umum :
Mengetahui prinsip pemenuhan kebutuhan eliminasi.
1.3.2        Tujuan khusus :
1.      Mampu mengetahui kebutuhan eliminasi urine
2.      Mengetahui prosedur pemasangan dan pelepasan kateterisasi
3.      Mengetahui teentang kebutuhan eliminasi alvi
4.      Mengeahui organ-organ yang berperan dalam eliminasi alvi
5.      Mengetahui tentang prosedur penggunaan pispot
1.4 Manfaat Penulisan
1.4.1         Mahasiswa
Dijadikan sebagai tugas akhir semester dan referensi      dalam menggali atau mencari informasi dan memperluas wawasan atau pengetahuan kebutuhan eliminasi.
1.4.2         Tenaga Kesehatan
                 untuk dijadikan acuhan dan pedoman untuk tenaga kesehatan. 
1.4.3         Masyarakat
                 agar masyarakat mendapatkan pelayanan yang benar, suapaya masyarakat merasa tidak di rugikan oleh tenaga kesehatan.














BAB II
KAJIAN TEORI

2.1 KEBUTUHAN ELIMINASI URINE
2.1.1    Pengertian eliminasi urine
Eliminasi adalah proses pembuangan sisia metabolisme tubuh baik berupa urine atau alvi (buang air besar). Kebutuhan eliminasi terdiri dari atas dua, yakni eliminasi urine (kebutuhan buang air kecil) dan eliminasi alvi (kebutuhan buang air besar. (Ambarwati dan Sunarsih;2009)
2.1.2    Organ yang berperan dalam Eliminasi Urine
Menurut ambarwati dan sunarsih (2009) Organ yang berperan dalam Eliminasi Urine yaitu sebagai berikut:
a. Ginjal
            Merupakan organ retropenitoneal (di belakang selaput perut) yang terdiri atas ginjal  sebelah kanan dan kiri tulang punggung. Ginjal berperan sebagi pengatur komposisi dan volume cairan dalam tubuh.
b. Kandung kemih
            Merupakan sebuah kantung yang terdiri atas otot halus yang berfungsi sebagai penampung air seni (urine).
c. Uretra
            Merupakan organ yang berfungsi untuk menyalurkan urine ke bagian luar.
2.1.3     Proses Berkemih
           Berkemih merupakan proses pengosongan vesika urinaria (kandung kemih). Vesika urinaria dapat menimbulkan rangsangan saraf bila urinaria berisi ± 250-450 cc (pada orang dewasa) dan 200-250 cc (pada anak-anak).
           Ginjal memindahkan air dari darah berbentuk urine.Ureter mengalirkan urine ke bladder.Dalam bladder urine ditampung sampai mencapai batas tertentu.Kemudian dikeluarkan melalui uretra.
Komposisi urine :
a. Air (96%)
b. Larutan (4%)
c. Larutan Organik: Urea, ammonia, keratin, dan asam urat.
d. Larutan Anorganik: Natrium (sodium), klorida, kalium (potasium), sufat,      magnesium,fosfor. Natrium klorida merupakan garam anorganik yang paling banyak.
(Hidayat, Uliyah:2006 )
2.1.4    Faktor yang Mempengaruhi Eliminasi Urine
Menurut Rendy (2010) factor-faktor yang mempengaruhi Eliminasi urine adalah:
a. Diet dan asupan
            Jumlah dan tipe makanan merupakan faktor utama yang memengaruhi output urine (jumlah urine). Protein dan natrium dapat menentukan jumlah urine yang dibentuk.selain itu, minum kopi juga dapat meningkatkan pembentukan urine.
b. Respon keinginan awal untuk berkemih
            Kebiasaan mengabaikan keinginan awal utnuk berkemih dapat menyebabkan urin banyak tertahan di vesika urinaria, sehingga memengaruhi ukuran vesika urinaria dan jumlah pengeluaran urine.
c. Gaya hidup
            Perubahan gaya hidup dapat memengaruhi pemenuhan kebutuhan eliminasi. Hal ini terkait dengan tersedianya fasilitas toilet.
d. Stress psikologis
            Meningkatkan stres dapat meningkatkan frekuensi keinginan berkemih. Hal ini karena meningkatnya sensitivitas untuk keinginan berkemih dan jumlah urine yang diproduksi.
e. Tingkat aktivitas
            Eliminasi urine membutuhkan tonus otot vesika urinearia yang baik untuk fungsi sphincter. Kemampuan tonus otot di dapatkan dengan beraktivitas.
f. Tingkat perkembangan
            Tingkat pertumbuhan dan perkembangan juga dapat memengaruhi pola berkemih. Hal tersebut dapat ditemukan pada anak, yang lebih mengalami mengalami kesulitan untuk mengontrol buang air kecil. Namun kemampuan dalam mengontrol buang air kecil meningkat dengan bertambahnya usia
g. Kondisi penyakit
                        Kondisi penyakit dapat memengaruhi produksi urine, seperti diabetes mellitus.

2.1.5    Gangguan/Masalah Kebutuhan Eliminasi Urine
a.       Retensi urine,merupakan penumpukan urine dalam kandung kemih akibat   ketidakmampuan kandung kemih untuk mengosongkan kandung kemih
b.       Inkontinensia urine, merupakan ketidakmampuan otot sphincter eksternal sementara atau menetap untuk mengontrol ekskresi urine.
c.       Enuresis, merupakan ketiksanggupan menahan kemih (mengompol) yang diakibatkan tidak mampu mengontrol sphincter eksterna.
d.      Perubahan pola eliminasi urine, merupakan keadaan sesorang yang mengalami gangguan pada eliminasi urine karena obstruksi anatomis, kerusakan motorik sensorik, dan infeksi saluran kemih. Perubahan eliminasi terdiri atas : Frekuensi, Urgensi, Disuria, Poliuria, Urinaria supresi (Ambarwati dan Sunarsih;2009).

2.1.6        Inkontinensi urine
Menurut Rendy (2010) definisi inkontinensi urine yaitui Urine yang keluar tanpa disadari.Ada beberapa jenis inkontinensia urine yang dapat di bedakan:
a)      Total inkontinensi  : adalah kelanjutan dan tidak tidak dapat diprediksi keluarnya urine.
b)      Stress inkontinensi: keadaan dimana urine secara tiba-tiba disemprotkan saat bersin, batuk, mengangkat barang berat.
c)      Urge inkontinensi: terjadi padfa waktu kebutuhan berkemih yang baik, tetapi tidak dapat ke toilet tepat pada waktunya
d)     Fungsional inkontinensi: involunter yang tidak dapat diprediksi keluarnya urine.
e)      Reflex inkontinensi: adalah involunter keluarnya urine yang diprediksi intervalnya ketika ada reaksi volume kandung kemih penuh.
f)       Enuresis: yaitu sering terjadi pada anak-anak, uumnyta terjadi pada malam hari dan dapat terjadi satu kali atau lebih dalam semalam.
Penyebab dari inkontinensi:
a.       Proses ketuaan
b.      Pembesaran kalenjar prostat
c.       Spasme kandung kemih
d.      Menurunya kesadaran
e.       Menggunakan obat narkotik.
2.1.7    Pengkajianeliminasinasi Urine
a.      Frekuensi
            Frekuensi untuk berkemih tergantung kebiasaan dan kesempatan. Banyak orang-orang berkemih kira-kira 70 % dari urine setiap hari pada waktu bangun tidur dan tidak memerlukan waktu untuk berkemih pada malam hari. Orang-orang biasanya berkemih : pertama kali pada waktu bangun tidur, sebelum tidur dan berkisar waktu makan.
b.      Volume
            volume urine menentukan berapa jumlah urine yang di keluarkan dalam waktu 24 jam. Berdasarkan usia, volume urine normal dapat di tentukan sebagai berikut:





Table 1. Volume urine normal        
No.
Usia
Jumlah/hari
1.
1-2 hari
15-60 ml
2.
3-10 hari
100-300 ml
3.
10-2 bulan
250-400 ml
4.
2 bulan-1 tahun
400-500 ml
5.
1-3 tahun
500-600 ml
6.
3-5 tahun
600-700 ml
7.
5-8 tahun
700-1000 ml
8.
8-14 tahun
800-1400 ml
9.
14 tahun- dewasa
1500 ml
10.
Dewasa tua
≤ 1500 ml

 volume dibawah 500 ml atau diatas 300 ml dalam periode 24 jam pada orang dewasa, maka  perlu lapor.(Rendy;2010)
c. Warna
           Normal urine berwarna kekuning-kuningan, obat-obatan dapat mengubah warna urine seperti orange gelap. Warna urine merah, kuning, coklat merupakan indikasi adanya penyakit.
d. Bau Normal urine berbau aromatik yang memusingkan.
Bau yang merupakan indikasi adanya masalah seperti infeksi atau mencerna obat-obatan tertentu.
e. Berat jenis
Adalah berat atau derajat konsentrasi bahan (zat) dibandingkan dengan suatu volume yang sama dari yang lain seperti air yang disuling sebagai standar. Berat jenis air suling adalah 1, 009 ml dan normal berat jenis : 1,010 – 1,030

f. Kejernihan :
1.      Normal urine terang dan transparan
2.      Urine dapat menjadi keruh karena ada mukus atau pus.
g. pH :
1.      Normal pH urine sedikit asam (4,5 – 7,5)
2.      Urine yang telah melewati temperatur ruangan untuk beberapa jam dapat menjadi alkali karena aktifitas bakteri.
3.      Vegetarian urinennya sedikit alkali.
h. Protein :
1.      Normal : molekul-molekul protein yang besar seperti : albumin, fibrinogen, globulin, tidak tersaring melalui ginjal – urine.
2.      Pada keadaan kerusakan ginjal, molekul-molekul tersebut dapat tersaring urine.
3.      Adanya protein didalam urine disebut proteinuria, adanya albumin dalam urine disebut albuminuria.
i.Darah :
1.      Darah dalam urine dapat tampak jelas atau dapat tidak tampak jelas.
2.      Adanya darah dalam urine disebut hematuria(trauma/penyakit pada saluran kemih bagian bawah)
j. Glukosa :
1.      Normal : adanya sejumlah glukosa dalam urine tidak berarti bila hanya bersifat sementara, misalnya pada seseorang yang makan gula banyak menetap pada pasien DM.
2.      Adanya gula dalam urine disebut glukosa. (Rendy;2010)
2.1.8    Pengertian kateter
Menurut kusmiyati (2009) definisi kateter adalah pipa untuk memasukkan atau mengeluarkan cairan yang di masukksn melalui uretra ke dalam kandung kencing untuk membuang urine.
2.1.9    Macam-macam kateter dan ukuran kateter
      Jenis-jenis kateter
1.   Kateter plastik : digunakan sementara karena mudah rusak dan tidak fleksibel
2.   Kateter latex atau karet : digunakan untuk penggunaan atau pemakaian dalam jangka waktu sedang (kurang dari 3 mingu).
3.   Kateter silicon murni atau teflon : untuk menggunakan jangka waktu lama 2-3 bulan karena bahan lebih lentur pada meatur urethra.
4.   Kateter PVC : sangat mahal untuk penggunaan 4-5 minggu, bahannya lembut tidak panas dan nyaman bagi urethra.
5.   Kateter logam : digunakan untuk pemakaian sementara, biasanya pada pengosongan kandung kemih pada ibu yg melahirkan.
   Ukuran kateter
1.    Anak         : 8-10 french (Fr)
2.   Wanita       : 14-16 Fr
3.   Laki-laki    : 16-18 Fr
(junda pangkringan/2010/07;26,11,2012).

2.1.10    Pemasangan Kateter
1.      Tujuan
a)      Mendapatkan specimen urin steril
b)      Mengosongkan kandung kemih
2.      Persiapan
A. Alat
a. bak instrumen
b. spuit 10 cc
c. bengkok
d. Handscoen
e. aquadest
f. gunting plaster
g. perlak
h. kateter
i. Kapas air
j. kasa
k. Urine bag
l. jelly/vaselin
m.Selimut
3.       Obat
a. Aquadest
b. Bethadine
c. Alkohol 70 %
4.      Prosedur
1)pada laki-laki
a)      Member tahu dan menjelaskan pada klien
b)      Mendekatkan alat-alat
c)      Memasang sampiran
d)     Mencuci tangan
e)      Menanggalkan pakaian bagian bawah
f)       Memasang selimut mandi, perlak dan pengalas bokong.
g)      Menyiapkan posisi klien
h)      Meletakkan dua bengkok diantara tungkai pasien
i)        Mencuci tangan dan memakai sarung tangan
j)        Memegang penis dengan tangan kiri
k)      Menarik preputium sedikit ke pangkalnya, kemudian membersihkanya dengan kapas
l)        Mengambil kateter, ujungnya di beri vaselin 20 cm
m)    Memasukkan kateter perlahan-lahan jedalam uretra 20 cm sambil penis diarahkan ke atas, jika kateter tertahan jangan di paksakan. Usahakan penis lebih di keataskan, sedikit dan pasien di anjurkan menarik nafas panjang dan memasukkan kateter perlahan-lahan sampai urine keluar, kemudian menampung urine kedalam botol steril bila diperlukan untuk pemeriksaan.
n)      Bila urine sudah keluar semua anjurkan klien untuk menarik nafas panjang. Kateter di cabut pelan-pelan di masukkan ke dalam botol yang berisi larutan klorin.
o)      Melepas sarung tangan dan memasukkan ke dalam botol bersama dengan kateter dan pinset.
p)      Memasang pakaian bawah, menambil perlak dan pengalas.
q)      Menarik selimut dan mengambil selimut mandi.
r)       Membereskan alat.
s)       Mencuci tangan.
757775787579

2) pada wanita
a)      Memberitahu dan menjelaskan pada klien.
b)      Mendekatkan alat-alat
c)      Memasang sampiran
d)     Mencuci tangan
e)      Menanggalkan pakaian bagian bawah
f)       Memasang selimut mandi,perlak dan pengalas bokong
g)      Menyiapkan posisi klien
h)      Meletakkan dua bengkok diantara tungkai pasien
i)        Mencuci tangan dan memakai sarung tangan.
j)        Lakukan vulva higyene
k)      Mengambil kateter lalu ujungnya diberi faseline 3-7 cm
l)        Membuka labiya mayora dengan menggunakan jari telunjuk dan ibu jari tangan kiri sampai terlihat meatus uretra, sedangkan tangan kanan memasukkan ujung kateter perlahan-lahan ke dalam uretra sampai urine keluar,sambil pasien dianjurkan menarik nafas panjang.
m)    Menampung urine kedalam bengkok bila diperlukan untuk pemeriksaan. Bila urine sudah keluar semua ,anjurkan klien untuk menarik nafas panjang, kateter cabut pelan pelan di masukkan ke dalam bengkok yang berisi larutan klorin.
n)      Melepas sarung tangan dan masukkan ke dalam bengkok bersama dengan kateter dan pinset.
o)      Memasang pakaian bawah, mengambil perlak dan pengalas.
p)      Menarik selimut dan mengambil selimut mandi
q)      Membereskan alat
r)       Mencuci tangan
(Ambarwati dan Sunarsih;2009).

7580758175822590917_370

2.1.11  Melepas Kateter
            Melepas drainase urine pada klien yang dipasang kateter.
            Tujuan:
            Melatih klien berkemih secara normal tanpa menggunakan kateter.
            Peralatan  :
a)      Sarung tangan
b)      Pinset
c)      Spuit
d)     Batadine
e)      Bengkok 2 buah
f)       Plester
g)      Bensin
h)      Lidi wetan
Prosedur:
a)      Meberitahu pasien
b)      Mendekatkan alat
c)      Memasang sampiran
d)     Mencuci tangan
e)      Membuka plester dengan bensin
f)       Memakai sarung tangan
g)      Mengeluarkan isi balon kateter dengan spuit
h)      Menarik kateter dan anjurkan pasien untuk tarik nafas panjang, kemudian letakkan kateter pada bengkok.
i)        Olesi area preputium(meatus,uretra) dengan betadin
j)        Membereskan alat
k)      Melepaskan sarung tangan
l)        Mendokumentasikan.
 (Ambarwati dan Sunarsih;2009).
2.2       KEBUTUHAN ELIMINASI ALVI
2.2.1    Pengertian Defekasi
Defekasi adalah proses pengosongan usus yang sering disebut buang air besar. Terdapat dua pusat ang menguasai refleks untuk defekasi, yang terletak di medula dan sumsum tulang belakang.
Secara umum, terdapat dua macam terdapat dua macam refleks yang membantu proses defekasi yaitu refleks defekasi intrinsic dan refleks defekasi parasimpatis.(Hidayat, Uliyah:2006)
2.2.2    Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Proses Defekasi
a. Usia
Setiap tahap perkembangan atau usia memiliki kemampuan mengontrol proses defekasi yang berbeda.pada bayi belum memiliki kemampuan mengotrol secara penuh dalam buang air besar,sedangkan orang dewasa sudah memiliki kemampuan mengotrol secara penuh,kemudian pada usia lanjut proses pengontrolan tersebut mengalami penurunan.
b. Diet
             Diet atau jenis makanan yang dikonsumsi dapat mempengaruhi proses defekasi.makanan yang memiliki kandungan serat tinggi dapat membantu proses percepatan defekasi dan jumlah yang di konsumsi pun dapat mempengaruhinya.

c. Asupan Cairan
             Pemasukan cairan yang kurang dalam tubuh membuat defekasi menjadi keras oleh karena proses absorbsi yang kurang sehingga dapat mempengaruhi kesulitan proses defekasi.
d. Aktivitas
             Aktivitas dapat mempengaruhi proses defekasi karena melalui aktivitas tonus otot,abdomen,pelvis dan diafragma dapat membantu kelancaran proses defekasi,sehingga proses gerakan peristaltik pada daerah kolon dapat bertambah baik dan memudahkan untuk kelancaran proses defekasi.
e. Pengobatan
             Pengobatan juga dapat mempengaruhi proses defekasi seperti penggunaan obat-obatan laksatif atau antasida yang terlalu kering.
f. Gaya hidup
             Gaya hidup dapat mempengaruhi proses defekasi.halini dapat dilihat pada seseorang yang memiliki gaya hidup sehat/kebiasaan melakukan buang air besar di tempat yang bersih atau toilet.maka ketika seseorang tersebut buang air besardi tempat yang terbuka atau tempat yang kotor maka ia akan mengalami kesulilan dalam proses defekasi.
g. Penyakit
             Beberapa penyakit dapat mempengaruhi proses defekasi.biasanya penyakit-penyakit tersebut berhubungan langsung dengan sistem pencernaan seperti gastroenteristis atau penyakit infeksi lainnya.
h. Nyeri
             Adanya nyeri dapat mempengarihi kemampuan/keinginan untuk berdefekasi seperti nyeri pada kasus hemoroid dan episiotomi.
i. Kerusakan motorik dan sensorik
             Kerusakan pada sistem sensoris dan metoris dapat mempengaruhi proses defekasi karena dapat menimbulkan proses penurunan stimulasi sensoris dalam berdefekasi.hal tersebut dapat mengakibatkan kerusakan pada tulang belakang ataukerusakan saraf lainnya.

Tabel 3.perbandingan feses:
No
Keadaan
Normal
Abnormal
Penyebab
1.
Warna
Bayi : Kuning
Putih, hitam / tar, atau merah
Kurangnya kadar empedu, perdarahan saluran cerna bagian atas, atau perdarahan saluran cerna bagian bawah.




Dewasa : coklat
Pucat berlemak
Malabsorpsi lemak.
2.
Bau
Khas fases dan dipengaruhi oleh makanan
Amis dan perubahan bau
Darah dan ifeksi.
3.
Konsistensi
Lunak dan berbentuk.
Cair
Diare dan absorpsi kurang.
4.
Bentuk
Sesuai diameter rectum
Kecil, bentuknya seperti pensil.
Obstruksi dan peristaltik yang cepat.
5.
Konstituen
Makanan yang tidak dicerna, bakteri yang mati, lemak, pigmen empedu, mukosa usus, air.
Darah, pus, benda asing, mukus, atau cacing.
Internal bleeding, infeksi, tertelan benda, iritasi, atau inflamasi.
(Hidayat,Uliyah: 2006)
2.2.3    Sistem yang Berperan dalam Eliminasi Alvi
            Sistem tubuh berperan dalam proses eliminasi alvi (buang air besar) adalah sistem gastrointestinal bawah yang meliputi usus halus dan usus besar.(Hidayat ,Uliya,: 2006)


2.2.4    Gangguan / Masalah Eliminasi Alvi
a. Konstipasi
        Konstipasi merupakan keadaan individu yang mengalami atau beresiko tinggi mengalami statis usus besar sehingga mengalami eliminasi yang jarang atau keras, serta tinja yang keluar jadi terlalu kering dan keras.
b. Diare
        Diare merupakan keadaan individu yang mengalami atau beresiko sering mengalami pengeluaran feses dalam bentuk cair. Diare sering disertai kejang usus, mungkin ada rasa mual dan muntah
c. Inkontinesia usus
        Inkontinesia usus merupakan keadaan individu yang mengalami perubahan kebiasaan dari proses defekasi normal, sehingga mengalami proses pengeluaran feses tidak disadari. Hal ini juga disebut sebagai inkontinensia alvi yang merupakan hilangnya kemampuan otot untuk mengontrol pengeluaran feses dan gas melalui sphincter akibat kerusakan sphincter.
d. Kembung
        Kembung merupakan keadaan penuh udara dalam perut karena pengumpulan gas berlebihan dalam lambung atau usus
e. Hemorroid
        Hemorrhoid merupakan keadaan terjadinya pelebaran vena di daerah anus sebagai akibat peningkatan tekanan di daerah anus yang dapat disebabkan karena konstipasi, peregangan saat defekasi dan lain-lain
f. Fecal Impaction
        Fecal impaction merupakann massa feses karena dilipatan rektum yang diakibatkan oleh retensi dan akumulasi materi feses yang berkepanjangan. Penyebab fecal impaction adalah asupan kurang, aktivitas kurang, diet rendah serat, dan kelemahan tonus otot.( Musrifatul Uliyah,A.Aziz Alimul Hidayat: 2006)
2.2.5    Tindakan Mengatasi Masalah Eliminasi Alvi (Buang Air Besar)
a. Menyiapkan feses untuk bahan pemeriksaan.
b. Membantu pasien buang air besar dengan pispot.
c. Memberikan huknah rendah.
d. Memberikan huknah tinggi.
e. Memberikan gliserin.
f. Mengeluarkan feses.
. (Hidayat,Uliyah,:2006)
2.2.6    Menolong buang air besar menggunakan pispot
            Tujuanya:
1.      Mengurangi pergerakan pasien
2.      Membantu dalam rangak memenuhi kebutuhan eliminasi
3.      Mengetahui adanya kelainan feses atau urine secara langsung
Dilakukan pada:
1.      Pasien yang sedang istirahat mutlak
2.      Pasien yang tidak dapat atau belum dapat berjalan sendiri ke WC.
a. Alat dan bahan:
a)      Pispot atau steekpan bertutup dan urinal
b)      Alat pispot
c)      Botol berisi air cebok
d)     Kapas cebok dalam tempatnya
e)      Kertas kloset bila tersedia
f)       Bengkok(neirbekken)
g)      Sampiran bila perlu
h)      Selimut atau kain penutup
i)        Bel, bila tersedia
b. Prosedur kerja:
persiapan pasien:
pasien diberi penjelasan tentang hal-hal yang akan dilakukan.
              Pelaksanaan:
1.      Pintu ditutup, kemudian sampiran dipasang
2.      Pakaian pasien bagian bawah di tanggalkan, kenudian bagian badan yang terbuka ditutup dengan selimut atau kain penutup
3.      Pasien din anjurkan menekuk lututnya dan mengangkat bokong(jika perlu, di bantu petugas)
4.      Alat pispot di pasang
5.      Pispot di sorongkan sampai terletak di bawah bokong pasien. Jika pasien tidak dapat melakukanya sendiri, petugas membantu menekuk lutut dan mengangkat pinggul pasien dengan tangan kiri, sedangkan tangan kanan petugas menyorongkan pispot sedemikian rupa sehingga posisinya tepat dan nyaman.
6.      Bila pasien sudah selesai BAB atau BAK, kakinya di renggangkan dan selimut dibuka sedikit, selanjutnya anus dan daerah genitalia dibersihkan dengan kapas cebok. Pasien dimiringkan, tangan kiri petugas membuka bokong pasien, tangan kanan membersihkan anus dengan kapas cebok lalu di buang kedalam pispot. Pembersihan ini dil lakukan beberapa kali sampai anus bersih. Setelah pasien selesai BAB pispot diangkat, ditutup dan di turunkan.
7.      Bila pasien menginginkan cebok sendiri, petugas membantu menyiram dan selanjutnya tangan pasien dicuci, lalu pispot diangkat dan di turunkan.
8.      Bokong pasien dikeringkan dengan pengalas.
9.      Setelah selesai pasien dirapihkan, sedangkan peralatan di bersihkan, diberskan dan di kembalikan ketempatnya semula.
10.  Pintu dan sampiran dibuka kembali.
(Bandiyah,2009)
   Untuk pasien yang lemah atau terlalu gemuk :
1.      Dimiringkan menjauhi petugas kesehatan
2.      Meletakan pispot dibawah pantat, kemudian ditelentangkan lagi. Posisi pispot tetap dijaga agar tetap dan pasien merasa nyaman, jika pasien terlalu gemuk dan terlalu lemah petugas kesehatan dapat melakukan bersama orang lain.
3.      Membetulkan selimut kembali
4.      Menyediakan bel pemanggil bila sudah selesai
5.      Mengambil pispot
6.      Mencuci tangan
7.      Menentukan sejauh manakah perlu membantu membersihkan daerah vulva,anus
8.      Membantu membersihkan daerah vuvla, untuk membersihkan daerah vuva menggunakan tisu klesset kearah anus dengan sekali hapus atau mengguyur daerah vulva dengan mengunakan air
9.      Menolong pasien mengangkat pantat (seperti akan memasang pispot) dengan tangan lain pispot tersebut, menutup dan meletakkan di kaki tempat tidur atau tempat yang layak. Klien diberi kesempatan mencuci tangan.
10.  Melipat selimut atau mengganti dengan selimut yang sebelumnya. Sprei dirapihkan dan lien dikembalikan pada posisi yang nyaman..
11.  Mengosongkan dan membersihkan pispot sambil menilai sifat urine dan fases, kemudian dikembalikan ke tempatnya
12.  Mencuci tangan
13.  Mencatat jumlah dan sifat urine atau fases dalam buku atau status klien.
   Tahap terminasi :
1.      Rapikan alat dan pasien
2.      Evaluasi kegiatan dan respon pasien
3.      Jelaskan RTL dan kontak selanjutnya
4.      Berdo’a salam
5.      Pemeriksaan feses di kamar mandi lalu amati warna,bau, konsistensi,lender,darah, nanah,dll.
(Hidayat ,Uliyah: 2006)





BAB III
PENUTUP

3.1.1 Kesimpulan
            Dari hasil pembuatan makalah ini maka, kami dapat menyimpulkan bahwa Seorang bidan Profesional di dorong untuk dapat memberikan Pelayanan Kesehatan seoptimal mungkin, memberikan informasi secara benar dengan memperhatikan aspek legal etik yang dapat menentukan kualitas “asuhan kebidanan” (askeb) yang diberikan yang secara langsung maupun tidak langsung dapat meningkatkan kinerja kita sebagai bidan profesional. Pemberian Asuhan kebidanan pada tingkat anak, remaja, dewasa, hingga lanjut usia hingga bagaimana kita menerapkan manajemen asuhan kebidanan secara tepat dan ilmiah diharapkan mampu meningkatkan kompetensi bidan khususnya di indonesia.
3.1.2 Saran
Kami mengharapkan pada teman-teman yang nantinya akan menjadi seorang bidan layaknya harus melayani masyarakat dengan baik.













Tidak ada komentar:

Posting Komentar