BAB 1
PENDAHULUAN
1.1
Latar
Belakang
Manusia merupakan salah
satu makhluk hidup. Dikatakan sebagai makhluk hidup karena manusia memiliki
ciri-ciri diantaranya: dapat bernafas, berkembangbiak, tumbuh, beradaptasi,
memerlukan makan, dan megeluarkan sisa metabolisme tubuh (eliminasi). Setiap
kegiatan yang dilakukan tubuh dikarenakan peranan masing-masing organ.
Membuang urine dan alvi (eliminasi)
merupakan salah satu aktivitas pokok yang harus dilakukan oleh setiap manusia.
Karena apabila eliminasi tidak dilakukan setiap manusia akan menimbulkan
berbagai macam gangguan seperti retensi urine, inkontinensia urine, enuresis,
perubahan pola eliminasi urine, konstipasi, diare dan kembung. Selain berbagai
macam yang telah disebutkan diatas akan menimbulkan dampak pada system organ
lainnya seperti: system pencernaan, ekskresi, dll
Berdasar latar belakang di atas,
maka penulis membuat makalah dengan judul “Prinsip Pemenuhan Kebutuhan
Eliminasi”.
1.2
Rumusan
Masalah
Bagaimana cara pemenuhan kebutuhan eliminasi?
1.3
Tujuan Penulisan
1.3.1
Tujuan umum :
Mengetahui prinsip pemenuhan kebutuhan eliminasi.
1.3.2
Tujuan khusus :
1. Mampu mengetahui kebutuhan eliminasi
urine
2. Mengetahui prosedur pemasangan dan
pelepasan kateterisasi
3. Mengetahui teentang kebutuhan
eliminasi alvi
4. Mengeahui organ-organ yang berperan
dalam eliminasi alvi
5. Mengetahui tentang prosedur
penggunaan pispot
1.4 Manfaat Penulisan
1.4.1 Mahasiswa
Dijadikan sebagai tugas akhir semester dan referensi dalam menggali atau mencari informasi dan
memperluas wawasan atau pengetahuan kebutuhan eliminasi.
1.4.2 Tenaga Kesehatan
untuk
dijadikan acuhan dan pedoman untuk tenaga kesehatan.
1.4.3 Masyarakat
agar
masyarakat mendapatkan pelayanan yang benar, suapaya masyarakat merasa tidak di
rugikan oleh tenaga kesehatan.
BAB II
KAJIAN TEORI
2.1 KEBUTUHAN ELIMINASI URINE
2.1.1 Pengertian
eliminasi urine
Eliminasi adalah proses pembuangan
sisia metabolisme tubuh baik berupa urine atau alvi (buang air besar).
Kebutuhan eliminasi terdiri dari atas dua, yakni eliminasi urine (kebutuhan
buang air kecil) dan eliminasi alvi (kebutuhan buang air besar. (Ambarwati dan Sunarsih;2009)
2.1.2 Organ yang berperan dalam Eliminasi Urine
Menurut ambarwati dan sunarsih
(2009) Organ yang berperan dalam Eliminasi Urine yaitu sebagai berikut:
a. Ginjal
Merupakan organ retropenitoneal (di belakang
selaput perut) yang terdiri atas ginjal
sebelah kanan dan kiri tulang punggung. Ginjal berperan sebagi pengatur
komposisi dan volume cairan dalam tubuh.
b. Kandung kemih
Merupakan sebuah kantung yang
terdiri atas otot halus yang berfungsi sebagai penampung air seni (urine).
c. Uretra
Merupakan organ yang berfungsi untuk
menyalurkan urine ke bagian luar.
2.1.3 Proses Berkemih
Berkemih merupakan proses pengosongan vesika urinaria (kandung kemih). Vesika urinaria dapat menimbulkan rangsangan saraf bila urinaria berisi ± 250-450 cc (pada orang dewasa) dan 200-250 cc (pada anak-anak).
Ginjal memindahkan air dari darah berbentuk urine.Ureter mengalirkan urine ke bladder.Dalam bladder urine ditampung sampai mencapai batas tertentu.Kemudian dikeluarkan melalui uretra.
Komposisi urine :
a. Air (96%)
b. Larutan (4%)
c. Larutan Organik: Urea, ammonia, keratin, dan asam urat.
d. Larutan Anorganik: Natrium (sodium), klorida, kalium (potasium), sufat, magnesium,fosfor. Natrium klorida merupakan garam anorganik yang paling banyak.
Berkemih merupakan proses pengosongan vesika urinaria (kandung kemih). Vesika urinaria dapat menimbulkan rangsangan saraf bila urinaria berisi ± 250-450 cc (pada orang dewasa) dan 200-250 cc (pada anak-anak).
Ginjal memindahkan air dari darah berbentuk urine.Ureter mengalirkan urine ke bladder.Dalam bladder urine ditampung sampai mencapai batas tertentu.Kemudian dikeluarkan melalui uretra.
Komposisi urine :
a. Air (96%)
b. Larutan (4%)
c. Larutan Organik: Urea, ammonia, keratin, dan asam urat.
d. Larutan Anorganik: Natrium (sodium), klorida, kalium (potasium), sufat, magnesium,fosfor. Natrium klorida merupakan garam anorganik yang paling banyak.
(Hidayat,
Uliyah:2006 )
2.1.4 Faktor
yang Mempengaruhi Eliminasi Urine
Menurut Rendy (2010) factor-faktor yang mempengaruhi
Eliminasi urine adalah:
a. Diet dan asupan
Jumlah dan tipe makanan merupakan faktor utama yang memengaruhi output urine (jumlah urine). Protein dan natrium dapat menentukan jumlah urine yang dibentuk.selain itu, minum kopi juga dapat meningkatkan pembentukan urine.
Jumlah dan tipe makanan merupakan faktor utama yang memengaruhi output urine (jumlah urine). Protein dan natrium dapat menentukan jumlah urine yang dibentuk.selain itu, minum kopi juga dapat meningkatkan pembentukan urine.
b. Respon keinginan
awal untuk berkemih
Kebiasaan mengabaikan keinginan awal utnuk berkemih dapat menyebabkan urin banyak tertahan di vesika urinaria, sehingga memengaruhi ukuran vesika urinaria dan jumlah pengeluaran urine.
Kebiasaan mengabaikan keinginan awal utnuk berkemih dapat menyebabkan urin banyak tertahan di vesika urinaria, sehingga memengaruhi ukuran vesika urinaria dan jumlah pengeluaran urine.
c. Gaya hidup
Perubahan gaya hidup dapat memengaruhi pemenuhan kebutuhan eliminasi. Hal ini terkait dengan tersedianya fasilitas toilet.
Perubahan gaya hidup dapat memengaruhi pemenuhan kebutuhan eliminasi. Hal ini terkait dengan tersedianya fasilitas toilet.
d. Stress psikologis
Meningkatkan stres dapat meningkatkan frekuensi keinginan berkemih. Hal ini karena meningkatnya sensitivitas untuk keinginan berkemih dan jumlah urine yang diproduksi.
Meningkatkan stres dapat meningkatkan frekuensi keinginan berkemih. Hal ini karena meningkatnya sensitivitas untuk keinginan berkemih dan jumlah urine yang diproduksi.
e. Tingkat aktivitas
Eliminasi urine membutuhkan tonus otot vesika urinearia yang baik untuk fungsi sphincter. Kemampuan tonus otot di dapatkan dengan beraktivitas.
Eliminasi urine membutuhkan tonus otot vesika urinearia yang baik untuk fungsi sphincter. Kemampuan tonus otot di dapatkan dengan beraktivitas.
f. Tingkat perkembangan
Tingkat pertumbuhan dan perkembangan juga dapat memengaruhi pola berkemih. Hal tersebut dapat ditemukan pada anak, yang lebih mengalami mengalami kesulitan untuk mengontrol buang air kecil. Namun kemampuan dalam mengontrol buang air kecil meningkat dengan bertambahnya usia
Tingkat pertumbuhan dan perkembangan juga dapat memengaruhi pola berkemih. Hal tersebut dapat ditemukan pada anak, yang lebih mengalami mengalami kesulitan untuk mengontrol buang air kecil. Namun kemampuan dalam mengontrol buang air kecil meningkat dengan bertambahnya usia
g. Kondisi penyakit
Kondisi penyakit dapat memengaruhi produksi urine, seperti diabetes mellitus.
Kondisi penyakit dapat memengaruhi produksi urine, seperti diabetes mellitus.
2.1.5 Gangguan/Masalah Kebutuhan Eliminasi Urine
a. Retensi
urine,merupakan penumpukan urine dalam kandung kemih akibat ketidakmampuan kandung kemih untuk
mengosongkan kandung kemih
b. Inkontinensia urine, merupakan ketidakmampuan
otot sphincter eksternal sementara atau menetap untuk mengontrol ekskresi
urine.
c. Enuresis,
merupakan ketiksanggupan menahan kemih (mengompol) yang diakibatkan tidak mampu
mengontrol sphincter eksterna.
d. Perubahan
pola eliminasi urine, merupakan keadaan sesorang yang mengalami gangguan pada
eliminasi urine karena obstruksi anatomis, kerusakan motorik sensorik, dan
infeksi saluran kemih. Perubahan eliminasi terdiri atas : Frekuensi, Urgensi,
Disuria, Poliuria, Urinaria supresi (Ambarwati dan Sunarsih;2009).
2.1.6
Inkontinensi
urine
Menurut
Rendy (2010) definisi inkontinensi urine yaitui Urine yang keluar tanpa
disadari.Ada beberapa jenis inkontinensia urine yang dapat di bedakan:
a) Total inkontinensi : adalah kelanjutan dan tidak tidak dapat
diprediksi keluarnya urine.
b) Stress inkontinensi: keadaan dimana urine
secara tiba-tiba disemprotkan saat bersin, batuk, mengangkat barang berat.
c) Urge inkontinensi: terjadi padfa waktu
kebutuhan berkemih yang baik, tetapi tidak dapat ke toilet tepat pada waktunya
d) Fungsional inkontinensi: involunter yang tidak
dapat diprediksi keluarnya urine.
e) Reflex inkontinensi: adalah involunter
keluarnya urine yang diprediksi intervalnya ketika ada reaksi volume kandung
kemih penuh.
f) Enuresis: yaitu sering terjadi pada anak-anak,
uumnyta terjadi pada malam hari dan dapat terjadi satu kali atau lebih dalam
semalam.
Penyebab dari inkontinensi:
a. Proses ketuaan
b. Pembesaran kalenjar prostat
c. Spasme kandung kemih
d. Menurunya kesadaran
e. Menggunakan obat narkotik.
2.1.7
Pengkajianeliminasinasi Urine
a.
Frekuensi
Frekuensi untuk berkemih tergantung kebiasaan dan kesempatan. Banyak orang-orang berkemih kira-kira 70 % dari urine setiap hari pada waktu bangun tidur dan tidak memerlukan waktu untuk berkemih pada malam hari. Orang-orang biasanya berkemih : pertama kali pada waktu bangun tidur, sebelum tidur dan berkisar waktu makan.
Frekuensi untuk berkemih tergantung kebiasaan dan kesempatan. Banyak orang-orang berkemih kira-kira 70 % dari urine setiap hari pada waktu bangun tidur dan tidak memerlukan waktu untuk berkemih pada malam hari. Orang-orang biasanya berkemih : pertama kali pada waktu bangun tidur, sebelum tidur dan berkisar waktu makan.
b.
Volume
volume urine menentukan berapa jumlah urine yang di keluarkan dalam waktu 24 jam. Berdasarkan usia, volume urine normal dapat di tentukan sebagai berikut:
volume urine menentukan berapa jumlah urine yang di keluarkan dalam waktu 24 jam. Berdasarkan usia, volume urine normal dapat di tentukan sebagai berikut:
Table 1. Volume
urine normal
|
No.
|
Usia
|
Jumlah/hari
|
|
1.
|
1-2
hari
|
15-60
ml
|
|
2.
|
3-10
hari
|
100-300
ml
|
|
3.
|
10-2
bulan
|
250-400
ml
|
|
4.
|
2
bulan-1 tahun
|
400-500
ml
|
|
5.
|
1-3
tahun
|
500-600
ml
|
|
6.
|
3-5
tahun
|
600-700
ml
|
|
7.
|
5-8
tahun
|
700-1000
ml
|
|
8.
|
8-14
tahun
|
800-1400
ml
|
|
9.
|
14
tahun- dewasa
|
1500
ml
|
|
10.
|
Dewasa
tua
|
≤
1500 ml
|
volume
dibawah 500 ml atau diatas 300 ml dalam periode 24 jam pada orang dewasa,
maka perlu lapor.(Rendy;2010)
c. Warna
Normal urine berwarna kekuning-kuningan, obat-obatan dapat mengubah warna urine seperti orange gelap. Warna urine merah, kuning, coklat merupakan indikasi adanya penyakit.
Normal urine berwarna kekuning-kuningan, obat-obatan dapat mengubah warna urine seperti orange gelap. Warna urine merah, kuning, coklat merupakan indikasi adanya penyakit.
d. Bau Normal urine
berbau aromatik yang memusingkan.
Bau yang merupakan indikasi adanya masalah seperti
infeksi atau mencerna obat-obatan tertentu.
e. Berat jenis
Adalah
berat atau derajat konsentrasi bahan (zat) dibandingkan dengan suatu volume
yang sama dari yang lain seperti air yang disuling sebagai standar. Berat jenis
air suling adalah 1, 009 ml dan normal berat jenis : 1,010 – 1,030
f. Kejernihan :
1. Normal
urine terang dan transparan
2. Urine
dapat menjadi keruh karena ada mukus atau pus.
g. pH :
1. Normal
pH urine sedikit asam (4,5 – 7,5)
2. Urine
yang telah melewati temperatur ruangan untuk beberapa jam dapat menjadi alkali
karena aktifitas bakteri.
3. Vegetarian
urinennya sedikit alkali.
h. Protein :
1. Normal
: molekul-molekul protein yang besar seperti : albumin, fibrinogen, globulin,
tidak tersaring melalui ginjal – urine.
2. Pada
keadaan kerusakan ginjal, molekul-molekul tersebut dapat tersaring urine.
3. Adanya
protein didalam urine disebut proteinuria, adanya albumin dalam urine disebut
albuminuria.
i.Darah :
1. Darah
dalam urine dapat tampak jelas atau dapat tidak tampak jelas.
2. Adanya
darah dalam urine disebut hematuria(trauma/penyakit pada saluran kemih bagian
bawah)
j. Glukosa :
1. Normal
: adanya sejumlah glukosa dalam urine tidak berarti bila hanya bersifat
sementara, misalnya pada seseorang yang makan gula banyak menetap pada pasien
DM.
2. Adanya
gula dalam urine disebut glukosa. (Rendy;2010)
2.1.8 Pengertian kateter
Menurut
kusmiyati (2009) definisi kateter adalah pipa untuk memasukkan atau
mengeluarkan cairan yang di masukksn melalui uretra ke dalam kandung kencing
untuk membuang urine.
2.1.9 Macam-macam kateter dan ukuran kateter
Jenis-jenis
kateter
1. Kateter plastik : digunakan sementara karena
mudah rusak dan tidak fleksibel
2. Kateter latex atau karet : digunakan untuk
penggunaan atau pemakaian dalam jangka waktu sedang (kurang dari 3 mingu).
3. Kateter silicon murni atau teflon : untuk
menggunakan jangka waktu lama 2-3 bulan karena bahan lebih lentur pada meatur
urethra.
4. Kateter PVC : sangat mahal untuk penggunaan
4-5 minggu, bahannya lembut tidak panas dan nyaman bagi urethra.
5. Kateter logam : digunakan untuk pemakaian
sementara, biasanya pada pengosongan kandung kemih pada ibu yg melahirkan.
Ukuran kateter
1. Anak : 8-10 french (Fr)
2. Wanita : 14-16 Fr
3. Laki-laki : 16-18 Fr
(junda pangkringan/2010/07;26,11,2012).
2.1.10
Pemasangan Kateter
1.
Tujuan
a) Mendapatkan
specimen urin steril
b) Mengosongkan
kandung kemih
2.
Persiapan
A. Alat
a. bak instrumen
b. spuit 10 cc
c. bengkok
d. Handscoen
e. aquadest
f. gunting plaster
g. perlak
h. kateter
i. Kapas air
j. kasa
k. Urine bag
l. jelly/vaselin
m.Selimut
A. Alat
a. bak instrumen
b. spuit 10 cc
c. bengkok
d. Handscoen
e. aquadest
f. gunting plaster
g. perlak
h. kateter
i. Kapas air
j. kasa
k. Urine bag
l. jelly/vaselin
m.Selimut
3.
Obat
a. Aquadest
b. Bethadine
c. Alkohol 70 %
a. Aquadest
b. Bethadine
c. Alkohol 70 %
4.
Prosedur
1)pada laki-laki
a) Member
tahu dan menjelaskan pada klien
b) Mendekatkan
alat-alat
c) Memasang
sampiran
d) Mencuci
tangan
e) Menanggalkan
pakaian bagian bawah
f) Memasang
selimut mandi, perlak dan pengalas bokong.
g) Menyiapkan
posisi klien
h) Meletakkan
dua bengkok diantara tungkai pasien
i)
Mencuci tangan dan
memakai sarung tangan
j)
Memegang penis dengan
tangan kiri
k) Menarik
preputium sedikit ke pangkalnya, kemudian membersihkanya dengan kapas
l)
Mengambil kateter,
ujungnya di beri vaselin 20 cm
m) Memasukkan
kateter perlahan-lahan jedalam uretra 20 cm sambil penis diarahkan ke atas,
jika kateter tertahan jangan di paksakan. Usahakan penis lebih di keataskan,
sedikit dan pasien di anjurkan menarik nafas panjang dan memasukkan kateter
perlahan-lahan sampai urine keluar, kemudian menampung urine kedalam botol
steril bila diperlukan untuk pemeriksaan.
n) Bila
urine sudah keluar semua anjurkan klien untuk menarik nafas panjang. Kateter di
cabut pelan-pelan di masukkan ke dalam botol yang berisi larutan klorin.
o) Melepas
sarung tangan dan memasukkan ke dalam botol bersama dengan kateter dan pinset.
p) Memasang
pakaian bawah, menambil perlak dan pengalas.
q) Menarik
selimut dan mengambil selimut mandi.
r) Membereskan
alat.
s) Mencuci
tangan.
a) Memberitahu
dan menjelaskan pada klien.
b) Mendekatkan
alat-alat
c) Memasang
sampiran
d) Mencuci
tangan
e) Menanggalkan
pakaian bagian bawah
f) Memasang
selimut mandi,perlak dan pengalas bokong
g) Menyiapkan
posisi klien
h) Meletakkan
dua bengkok diantara tungkai pasien
i)
Mencuci tangan dan
memakai sarung tangan.
j)
Lakukan vulva higyene
k) Mengambil
kateter lalu ujungnya diberi faseline 3-7 cm
l)
Membuka labiya mayora
dengan menggunakan jari telunjuk dan ibu jari tangan kiri sampai terlihat
meatus uretra, sedangkan tangan kanan memasukkan ujung kateter perlahan-lahan
ke dalam uretra sampai urine keluar,sambil pasien dianjurkan menarik nafas
panjang.
m) Menampung
urine kedalam bengkok bila diperlukan untuk pemeriksaan. Bila urine sudah
keluar semua ,anjurkan klien untuk menarik nafas panjang, kateter cabut pelan
pelan di masukkan ke dalam bengkok yang berisi larutan klorin.
n) Melepas
sarung tangan dan masukkan ke dalam bengkok bersama dengan kateter dan pinset.
o) Memasang
pakaian bawah, mengambil perlak dan pengalas.
p) Menarik
selimut dan mengambil selimut mandi
q) Membereskan
alat
r) Mencuci
tangan
(Ambarwati dan
Sunarsih;2009).
2.1.11 Melepas Kateter
Melepas drainase urine pada klien yang dipasang kateter.
Tujuan:
Melatih klien berkemih secara normal tanpa menggunakan
kateter.
Peralatan :
a) Sarung
tangan
b) Pinset
c) Spuit
d) Batadine
e) Bengkok
2 buah
f) Plester
g) Bensin
h) Lidi
wetan
Prosedur:
a) Meberitahu
pasien
b) Mendekatkan
alat
c) Memasang
sampiran
d) Mencuci
tangan
e) Membuka
plester dengan bensin
f) Memakai
sarung tangan
g) Mengeluarkan
isi balon kateter dengan spuit
h) Menarik
kateter dan anjurkan pasien untuk tarik nafas panjang, kemudian letakkan
kateter pada bengkok.
i)
Olesi area preputium(meatus,uretra)
dengan betadin
j)
Membereskan alat
k) Melepaskan
sarung tangan
l)
Mendokumentasikan.
(Ambarwati
dan Sunarsih;2009).
2.2 KEBUTUHAN ELIMINASI ALVI
2.2.1 Pengertian Defekasi
Defekasi adalah proses pengosongan usus yang sering
disebut buang air besar. Terdapat dua pusat ang menguasai refleks untuk
defekasi, yang terletak di medula dan sumsum tulang belakang.
Secara umum, terdapat dua macam terdapat dua macam refleks yang membantu proses defekasi yaitu refleks defekasi intrinsic dan refleks defekasi parasimpatis.(Hidayat, Uliyah:2006)
Secara umum, terdapat dua macam terdapat dua macam refleks yang membantu proses defekasi yaitu refleks defekasi intrinsic dan refleks defekasi parasimpatis.(Hidayat, Uliyah:2006)
2.2.2 Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Proses
Defekasi
a.
Usia
Setiap tahap
perkembangan atau usia memiliki kemampuan mengontrol proses defekasi yang
berbeda.pada bayi belum memiliki kemampuan mengotrol secara penuh dalam buang
air besar,sedangkan orang dewasa sudah memiliki kemampuan mengotrol secara
penuh,kemudian pada usia lanjut proses pengontrolan tersebut mengalami
penurunan.
b.
Diet
Diet atau jenis
makanan yang dikonsumsi dapat mempengaruhi proses defekasi.makanan yang
memiliki kandungan serat tinggi dapat membantu proses percepatan defekasi dan
jumlah yang di konsumsi pun dapat mempengaruhinya.
c.
Asupan Cairan
Pemasukan cairan
yang kurang dalam tubuh membuat defekasi menjadi keras oleh karena proses
absorbsi yang kurang sehingga dapat mempengaruhi kesulitan proses defekasi.
d.
Aktivitas
Aktivitas dapat
mempengaruhi proses defekasi karena melalui aktivitas tonus otot,abdomen,pelvis
dan diafragma dapat membantu kelancaran proses defekasi,sehingga proses gerakan
peristaltik pada daerah kolon dapat bertambah baik dan memudahkan untuk
kelancaran proses defekasi.
e.
Pengobatan
Pengobatan juga
dapat mempengaruhi proses defekasi seperti penggunaan obat-obatan laksatif atau
antasida yang terlalu kering.
f.
Gaya hidup
Gaya hidup dapat
mempengaruhi proses defekasi.halini dapat dilihat pada seseorang yang memiliki
gaya hidup sehat/kebiasaan melakukan buang air besar di tempat yang bersih atau
toilet.maka ketika seseorang tersebut buang air besardi tempat yang terbuka atau
tempat yang kotor maka ia akan mengalami kesulilan dalam proses defekasi.
g.
Penyakit
Beberapa penyakit
dapat mempengaruhi proses defekasi.biasanya penyakit-penyakit tersebut
berhubungan langsung dengan sistem pencernaan seperti gastroenteristis atau penyakit
infeksi lainnya.
h.
Nyeri
Adanya nyeri dapat
mempengarihi kemampuan/keinginan untuk berdefekasi seperti nyeri pada kasus
hemoroid dan episiotomi.
i.
Kerusakan motorik dan sensorik
Kerusakan pada
sistem sensoris dan metoris dapat mempengaruhi proses defekasi karena dapat
menimbulkan proses penurunan stimulasi sensoris dalam berdefekasi.hal tersebut
dapat mengakibatkan kerusakan pada tulang belakang ataukerusakan saraf lainnya.
Tabel
3.perbandingan feses:
|
No
|
Keadaan
|
Normal
|
Abnormal
|
Penyebab
|
|
1.
|
Warna
|
Bayi
: Kuning
|
Putih,
hitam / tar, atau merah
|
Kurangnya
kadar empedu, perdarahan saluran cerna bagian atas, atau perdarahan saluran
cerna bagian bawah.
|
|
|
|
Dewasa
: coklat
|
Pucat
berlemak
|
Malabsorpsi
lemak.
|
|
2.
|
Bau
|
Khas
fases dan dipengaruhi oleh makanan
|
Amis
dan perubahan bau
|
Darah
dan ifeksi.
|
|
3.
|
Konsistensi
|
Lunak
dan berbentuk.
|
Cair
|
Diare
dan absorpsi kurang.
|
|
4.
|
Bentuk
|
Sesuai
diameter rectum
|
Kecil,
bentuknya seperti pensil.
|
Obstruksi
dan peristaltik yang cepat.
|
|
5.
|
Konstituen
|
Makanan
yang tidak dicerna, bakteri yang mati, lemak, pigmen empedu, mukosa usus,
air.
|
Darah,
pus, benda asing, mukus, atau cacing.
|
Internal
bleeding, infeksi, tertelan benda, iritasi, atau inflamasi.
|
(Hidayat,Uliyah:
2006)
2.2.3 Sistem yang Berperan dalam Eliminasi Alvi
Sistem tubuh berperan dalam proses eliminasi alvi (buang air besar) adalah sistem gastrointestinal bawah yang meliputi usus halus dan usus besar.(Hidayat ,Uliya,: 2006)
Sistem tubuh berperan dalam proses eliminasi alvi (buang air besar) adalah sistem gastrointestinal bawah yang meliputi usus halus dan usus besar.(Hidayat ,Uliya,: 2006)
2.2.4 Gangguan
/ Masalah Eliminasi Alvi
a. Konstipasi
Konstipasi merupakan keadaan individu yang mengalami atau beresiko tinggi mengalami statis usus besar sehingga mengalami eliminasi yang jarang atau keras, serta tinja yang keluar jadi terlalu kering dan keras.
Konstipasi merupakan keadaan individu yang mengalami atau beresiko tinggi mengalami statis usus besar sehingga mengalami eliminasi yang jarang atau keras, serta tinja yang keluar jadi terlalu kering dan keras.
b. Diare
Diare merupakan keadaan individu yang mengalami atau beresiko sering mengalami pengeluaran feses dalam bentuk cair. Diare sering disertai kejang usus, mungkin ada rasa mual dan muntah
Diare merupakan keadaan individu yang mengalami atau beresiko sering mengalami pengeluaran feses dalam bentuk cair. Diare sering disertai kejang usus, mungkin ada rasa mual dan muntah
c. Inkontinesia
usus
Inkontinesia usus merupakan keadaan individu yang mengalami perubahan kebiasaan dari proses defekasi normal, sehingga mengalami proses pengeluaran feses tidak disadari. Hal ini juga disebut sebagai inkontinensia alvi yang merupakan hilangnya kemampuan otot untuk mengontrol pengeluaran feses dan gas melalui sphincter akibat kerusakan sphincter.
Inkontinesia usus merupakan keadaan individu yang mengalami perubahan kebiasaan dari proses defekasi normal, sehingga mengalami proses pengeluaran feses tidak disadari. Hal ini juga disebut sebagai inkontinensia alvi yang merupakan hilangnya kemampuan otot untuk mengontrol pengeluaran feses dan gas melalui sphincter akibat kerusakan sphincter.
d. Kembung
Kembung merupakan keadaan penuh udara dalam perut karena pengumpulan gas berlebihan dalam lambung atau usus
Kembung merupakan keadaan penuh udara dalam perut karena pengumpulan gas berlebihan dalam lambung atau usus
e. Hemorroid
Hemorrhoid merupakan keadaan terjadinya pelebaran vena di daerah anus sebagai akibat peningkatan tekanan di daerah anus yang dapat disebabkan karena konstipasi, peregangan saat defekasi dan lain-lain
Hemorrhoid merupakan keadaan terjadinya pelebaran vena di daerah anus sebagai akibat peningkatan tekanan di daerah anus yang dapat disebabkan karena konstipasi, peregangan saat defekasi dan lain-lain
f. Fecal
Impaction
Fecal impaction merupakann massa feses karena dilipatan rektum yang diakibatkan oleh retensi dan akumulasi materi feses yang berkepanjangan. Penyebab fecal impaction adalah asupan kurang, aktivitas kurang, diet rendah serat, dan kelemahan tonus otot.( Musrifatul Uliyah,A.Aziz Alimul Hidayat: 2006)
Fecal impaction merupakann massa feses karena dilipatan rektum yang diakibatkan oleh retensi dan akumulasi materi feses yang berkepanjangan. Penyebab fecal impaction adalah asupan kurang, aktivitas kurang, diet rendah serat, dan kelemahan tonus otot.( Musrifatul Uliyah,A.Aziz Alimul Hidayat: 2006)
2.2.5 Tindakan Mengatasi Masalah Eliminasi Alvi
(Buang Air Besar)
a. Menyiapkan feses untuk bahan pemeriksaan.
a. Menyiapkan feses untuk bahan pemeriksaan.
b.
Membantu pasien buang air besar dengan pispot.
c.
Memberikan huknah rendah.
d. Memberikan huknah tinggi.
e. Memberikan gliserin.
f. Mengeluarkan feses.
.
(Hidayat,Uliyah,:2006)
2.2.6
Menolong buang air besar menggunakan pispot
Tujuanya:
1.
Mengurangi pergerakan pasien
2.
Membantu dalam rangak memenuhi kebutuhan eliminasi
3.
Mengetahui adanya kelainan feses atau urine secara
langsung
Dilakukan pada:
1.
Pasien yang sedang istirahat mutlak
2.
Pasien yang tidak dapat atau belum dapat berjalan
sendiri ke WC.
a.
Alat dan bahan:
a)
Pispot atau steekpan
bertutup dan urinal
b)
Alat pispot
c)
Botol berisi air cebok
d)
Kapas cebok dalam
tempatnya
e)
Kertas kloset bila
tersedia
f)
Bengkok(neirbekken)
g)
Sampiran bila perlu
h)
Selimut atau kain
penutup
i)
Bel, bila tersedia
b.
Prosedur kerja:
persiapan pasien:
pasien diberi
penjelasan tentang hal-hal yang akan dilakukan.
Pelaksanaan:
1.
Pintu ditutup, kemudian
sampiran dipasang
2.
Pakaian pasien bagian
bawah di tanggalkan, kenudian bagian badan yang terbuka ditutup dengan selimut
atau kain penutup
3.
Pasien din anjurkan
menekuk lututnya dan mengangkat bokong(jika perlu, di bantu petugas)
4.
Alat pispot di pasang
5.
Pispot di sorongkan
sampai terletak di bawah bokong pasien. Jika pasien tidak dapat melakukanya
sendiri, petugas membantu menekuk lutut dan mengangkat pinggul pasien dengan
tangan kiri, sedangkan tangan kanan petugas menyorongkan pispot sedemikian rupa
sehingga posisinya tepat dan nyaman.
6.
Bila pasien sudah
selesai BAB atau BAK, kakinya di renggangkan dan selimut dibuka sedikit,
selanjutnya anus dan daerah genitalia dibersihkan dengan kapas cebok. Pasien
dimiringkan, tangan kiri petugas membuka bokong pasien, tangan kanan
membersihkan anus dengan kapas cebok lalu di buang kedalam pispot. Pembersihan
ini dil lakukan beberapa kali sampai anus bersih. Setelah pasien selesai BAB
pispot diangkat, ditutup dan di turunkan.
7.
Bila pasien
menginginkan cebok sendiri, petugas membantu menyiram dan selanjutnya tangan
pasien dicuci, lalu pispot diangkat dan di turunkan.
8.
Bokong pasien
dikeringkan dengan pengalas.
9.
Setelah selesai pasien
dirapihkan, sedangkan peralatan di bersihkan, diberskan dan di kembalikan
ketempatnya semula.
10.
Pintu dan sampiran
dibuka kembali.
(Bandiyah,2009)
Untuk pasien yang lemah atau terlalu gemuk :
1.
Dimiringkan menjauhi
petugas kesehatan
2.
Meletakan pispot
dibawah pantat, kemudian ditelentangkan lagi. Posisi pispot tetap dijaga agar
tetap dan pasien merasa nyaman, jika pasien terlalu gemuk dan terlalu lemah
petugas kesehatan dapat melakukan bersama orang lain.
3.
Membetulkan selimut
kembali
4.
Menyediakan bel pemanggil
bila sudah selesai
5.
Mengambil pispot
6.
Mencuci tangan
7.
Menentukan sejauh
manakah perlu membantu membersihkan daerah vulva,anus
8.
Membantu membersihkan
daerah vuvla, untuk membersihkan daerah vuva menggunakan tisu klesset kearah
anus dengan sekali hapus atau mengguyur daerah vulva dengan mengunakan air
9.
Menolong pasien
mengangkat pantat (seperti akan memasang pispot) dengan tangan lain pispot
tersebut, menutup dan meletakkan di kaki tempat tidur atau tempat yang layak.
Klien diberi kesempatan mencuci tangan.
10.
Melipat selimut atau
mengganti dengan selimut yang sebelumnya. Sprei dirapihkan dan lien
dikembalikan pada posisi yang nyaman..
11.
Mengosongkan dan
membersihkan pispot sambil menilai sifat urine dan fases, kemudian dikembalikan
ke tempatnya
12.
Mencuci tangan
13.
Mencatat jumlah dan
sifat urine atau fases dalam buku atau status klien.
Tahap terminasi :
1.
Rapikan alat dan pasien
2.
Evaluasi kegiatan dan
respon pasien
3.
Jelaskan RTL dan kontak
selanjutnya
4.
Berdo’a salam
5.
Pemeriksaan feses di
kamar mandi lalu amati warna,bau, konsistensi,lender,darah, nanah,dll.
(Hidayat ,Uliyah: 2006)
BAB
III
PENUTUP
3.1.1
Kesimpulan
Dari hasil pembuatan makalah ini maka, kami dapat menyimpulkan bahwa Seorang
bidan Profesional di dorong untuk dapat memberikan Pelayanan Kesehatan
seoptimal mungkin, memberikan informasi secara benar dengan memperhatikan aspek
legal etik yang dapat menentukan kualitas “asuhan kebidanan” (askeb)
yang diberikan yang secara langsung maupun tidak langsung dapat meningkatkan
kinerja kita sebagai bidan profesional. Pemberian Asuhan kebidanan pada
tingkat anak, remaja, dewasa, hingga lanjut usia hingga bagaimana kita
menerapkan manajemen asuhan kebidanan secara tepat dan ilmiah diharapkan mampu
meningkatkan kompetensi bidan khususnya di indonesia.
3.1.2
Saran
Kami
mengharapkan pada teman-teman yang nantinya akan menjadi seorang bidan layaknya
harus melayani masyarakat dengan baik.







Tidak ada komentar:
Posting Komentar